Kehidupan dunia semakin mengarahkan manusia untuk memenuhi hasratnya tanpa batas, tak terkecuali mahasiswa. Dalam kondisi atau kehidupan mahasiswa, masyarakat begitu banyak mendapat tawaran untuk memenuhi hasrat yang hadir dan berganti begitu cepat, baik yang berupa materi kongkrit ataupun hanya sesuatu berupa imajinasi yang dapat memenuhi kepuasan batin
manusia dan tanpa kedalaman makna. Konser musik lebih ramai dibandingkan dengan pengkajian atau forum diskusi. Fetisisme pun menjangkit paradigma mahasiswanya, mereka berlomba-lomba mendapatkan nilai bagus tanpa mampu bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya dan pengaplikasian nilainya itu dalam lingkunganya, seminar-seminar ramai dikunjungi untuk mendapatkan sejumlah rupiah dan sertifikatnya.
Pengambilan keputusan dalam forum-forum musyawarah mahasiswa hanya untuk ditingkat universitas,memenangkan kepentingan sebagai kelompok mahasiswa, hanya mengdandalkan kuantitas bukan kualitas. Aktifitas pergerakan mahasiswa pun terpaku kepada metode yang layaknya panggung pertunjukkan, tanpa dilihat atau direfleksikan efektif ataupun tidaknya.
Kata orang, mahasiswa didefinisikan sebagai pelajar yang menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Unsur diferensia dari definisi ini terletak pada jenjang pendidikan di perguruan tinggi. Jikapun ada pembeda yang lain pun hanya pada tugas-tugas pelajaran atau mata kuliah yang lebih banyak dari pada ketika di sekolah dasar atau menengah dan satu lagi yakni kebebasan yang dimiliki olehnya. Kebebasan ini mendorong lahirnya budaya banalitas dikampus. Budaya banalitas, pengumbar hasrat mengesampingkan penalaran dan pemaknaan yang dalam. Mahasiswa yang pada umumnya tinggal berjauhan dengan orang tuanya, membuat pengontrolan atas aktifitas mahasiswa berkurang atau bahkan tidak ada. Disini mahasiswa bisa saja dapat seperti seorang kerbau liar yang terlepas dari kandangnya. Pengumbaran hasrat yang miskin makna pun susah dikendalikan.
Berbagai macam teori yang didapatkan didalam perkuliahan hanya diresap tanpa dapat direfleksikan, dimaknai dan disikapi. Pemaknaan itupun dilakukan hanya ketika mendapatkan intruksi dari dosen, tugas misalnya. Jadi, teori-teori yang didapat hanyalah pengetahuan hayalan dan perubahan teori.
Dalam dunia pendidikan saat ini, ribuan dan bahkan jutaan mahasiswa yang memiliki kecerdasan luar biasa, memiliki prestasi yang menggunung dan motivasi serta etika yang membanggakan. Mereka adalah generasi muda yang kreatif, inovatif dan bahkan visioner yang siap menjadi pionir di bidangnya masing-masing.
Pada pundak mahasiswa nasib rakyat dipertaruhkan. Lantas apa yang harus menjadi ikon utama dari visi misi eksistensi pergerakan mahasiswa saat ini agar benar-benar mampu merealisasikan harapan dan mimpi-mimpi rakyat?
Setidaknya, dalam gelora pergerakan mahasiswa harus mencerminkan beberapa bentuk sebagai penopang pergerakan yang akan dilakoni. Pertama: intelektualitas. Mahasiswa adalah kaum terpelajar yang dituntut bersikap rasional, arif dan bijak. Tidak anarkis karena bahasa kekerasan tidak pernah diajarkan dalam lingkungan kaum akademisi. Kekerasan, dalam kamus apapun, tidak akan pernah ditulis sebagai jalan yang harus ditempuh.
By : Yudie